Kurang lebih Jam 12 waktu bandung, kami turun di kiara condong. Gak lama melepas lelah,langsung kami menuju bagian informasi untuk menannyakan akses kendaraan umum menuju stasiun Hall. Si bapak berkumis (bagian informasi) menjelaskan bahwa ada dua moda transportasi yang bisa kami ambil, pertama dengan angkutan kota sebanyak 2x (mahal), kedua dengan kereta cm 1 x (ini baru murah). akhirnya kami memilih kereta yang diberangkatkan (konyolnya) menuju arah stasiun yang sudah kami lewati yaitu stasiun Bandung. Yaaah maklum lah kereta ekonomi yang kita naiki memang gak berenti di stasiun besar itu.
singkat cerita, kami tiba di stasiun Bandung dan langsung ambil gambar terus jalan dengan penuh semangat. Baru berjalan beberapa menit kamipun singgah di sebuah warung nasi. (Susah sih perut kuli mah, teu kaop ningali sangu). Sebagian dari kami memang lahap menyantap hidangan siang itu. Tapi buat yang sudah makan siang dikereta, mereka umumnya pesen teh manis doang. Hehe. Beres makan barulah kita memulai perjalanan yang sebenarnya. Masih di sekitar stasiun hall, gedung-gedung tuapun mulai Nampak terlihat. Ada yang masih original alias asli gak ke urus. Ada yang di rehab hingga hampir merubah bentuk aslinya. Ada yang benar-benar dirawat dan dijaga keasliannya. Dan ada juga yang hanya diperbaharui cat nya, warna-warni gitu deh pokoknya. Tapi apapun itu, kawasan yang satu ini memang tetap terkesan klasik. Kami betul-betul bernostalgia dengan benda-benda besar untuk menuju masa yang lama terlewati.
Kini kami sampai di sebuah pertigaan. Kamipun berjalan kearah kanan untuk melewati pasar baru. Ramai sekali. Penataan jalan yang hampir mirip dengan kawasan malioboro di Jogjakarta. Berbagai macam dagangan ada disini, seperti fasion, aksesoris,hiasan, pernak,pernik, makanan dan lain-lain. Inilah kawasan paling ramai yang kami lewati dalam perjalanan menuju jalan Banceuy. Meskipun kami kami berusaha menanamkan jiwa backpacker dalam diri kami, tapi tetap saja salah seorang diantara kami ada yang berkata “Bang, bisa stop dulu gak disini? Gw mau beli sesuatu nih, soalnya barang2nya unik banget tu bang,,kan ntar kita gak lewat sini lagi bang..”. sayapun menjawab: “itulah yang disebut godaan, lo jangan tergoda dong! Katanya backpacker, seorang backpacker tu harus kuat menahan godaan dan cobaan selama diperjalanan..”. lalu dengan singkat dia menyahut: “gak gitu juga kale bang..”. (ngoooook)
Kami tidak melewati kawasan pasar baru ini sampai keujung. Karena dipertengahan jalannya kami mengambil kearah kanan, memasuki jalan pecinan lama. Sebentar lagi kamiakan tiba di destinasi pertama yaitu “Kopi Aroma” yang tepat berada dipengujung jalan ini. Tapi pecinan lama ini ternyata punya gedung-gedung peninggalan jalan colonial juga lho, Cuma (sayangnya) tidak dimaksimalkan sebagai cagar budaya. Terlalu banyak kendaraan yang parkir dijalan ini,sehingga menutupi pemandangan gedung tuanya. 10 menit kemudian: Taraaaaa… kami sampai di sisi gedung “Kopi Aroma”, sebuah centra kopi yang sudah ada sejak 1930. Rasa dan aromanya memang terkenal sampai ke mancanegara. Kopi aroma ini memiliki dua jenis kopi seperti kopi pada umumnya. Yaitu arabika dan robusta. Saat ini kopi aroma dikelola oleh generasi ke tiga dari pendiri pertamanya. Makanya disalah satu sudut bagian dalam gedung ini terdapat tiga buah sepeda ontel. Itu maksudnya sudah mencapai generasi ketiganya. Lalu apa jadinya kalau sudah mencapai generasi ke 100? Bisa-bisa disangka Bengkel sepeda tu. Well, itulah pejelasan yang saya dapat dari hasil pencarian di google. Tapi sayang sodara-sodara,, ternyata begitu kami tepat sampai didepan pintu kopi aroma, eeeh tokonya TUTUP. kecewa sih kecewa. Tapi apa boleh buat tai kambing bulat-bulat. sekedar mengobati kecewa kitapun berfoto ria di depan gedung kopi aroma ini.
Kopi aroma ini sudah termasuk kawasan Banceuy. Banceuy itu sendiri artinya adalah sebuah tempat pergantian kuda-kuda yang dipakai untuk delman. Karena sebelum masuknya mobil atau motor ke negeri ini, kendaraan utamanya ya delman (sekalipun untuk jarak yang jauh). Cuma kalau dipaksain untuk jarak jauh kudanya pasti gempor(kuda ngesot). Makanya selalu ada terminal pergantian kuda. Diterminal ini kuda yang lelah diganti dengan kuda yang prima sehingga perjalanan dengan delman pun bisa dilanjutkan lagi. Nah, terminal pergantian inilah yang disebut-sebut sebagai arti dari banceuy.
Alright, Bangunan tua dimana-mana menemani perjalan kami. Berjalan Meninggalkan kopi aroma sekitar 10 menit, sampailah kami pada perempatan yang menjadi titik petinguntuk kawasan banceuy. Dibalik ruko-ruko yang terdapat di sisi perempatan ini adalah lokasi kedua dari kunjungan kami di banceuy, yaitu Penjara Banceuy. Penjara ini pernah ditempati oleh Bung Karno. Presidan pertama republic Indonesia. Dari begitu luasnya komplek penjara ini, kini yang tersisa hanya kamar yang pernah ditinggali Bung Karno, dan tempat memantau para tahanan (apa sih istilahnya, gak tau lah). Untuk menuju ke lokasi kedua ini kami harus masuk ke lorong gang yang kanan kirinya ruko dan ruko. Miris!. Dilokasi kedua ini guidepun beraksi, namanya “Boeng Devi”. Kesimpulannya, dikamar inilah lahir sebuah teks legendaries yang ditulis oleh Bung Karno, yang kemudian disampaikan dengan berapi-api oleh Bung Karno di hadapan Landraad (pengadilan negeri belanda).Teks itu bernama “Indonesia Klaagt” (Indonesia Menggugat).
Usai menyimak penjelasan dari pemandu kita, foto-foto, dan Istirahat, kami lantas berjalan kembali keluar meninggalkan lorong yang kanan kirinya Ruko dan Ruko itu. Dan ternyata sisa bangungan pemantaunya berada tidak jauh dari ruko dan ruko. Bangunan nya bagus dan berat. Cukup deh buat menenggelamkan kami semua ke masa lalu diBanceuy. Itulah sejarah. ia ada untuk dikenang, dipelajari, dilestarikan lalu dijadikan ajaran untuk masa sekarang. Sejarah seperti peta yang dibekalkan kepada kita untuk mencapai suatu destinasi. Tanpanya, kita tersesat.
Masih di Banceuy, huft, dah mulai kerasa reot nih dengkul..
Gerimis kecilpun perlahan turun… ... ...
“…Siapa yang melupakan sejarahnya, ia laksana kera buta yang berjalan dalam kegelapan…”
(Bung Karno)
BERSAMBUUUUNG… :)